ANTRE DALAM TERPAAN KOLUSI
Nokor antre 943 yang ada di tanganku membuatku harus bersabar.Pagi hari setelah mendapatkan nomor tersebut sata kembali ke rumah selanjutnya ke sekolah.Tujuanku untuk menandatangani daftar hadir secara online.Setelah beberapa jam kemudian kembali lagi menunggu panggilan.
Waktu di gawaiku menunjukkan pukul 13.30, ternyata baru sampai nomor antre 615.Itu bararti saya harus menunggu lagi sekitar 300-an. Sata harus berjibaku dengan ratusan orang di bawah rindang pepohonan di sekitar halaman kantor wali kota.
Hari ini memang harus bersabar.Bersabar menanti giliran tanpa harus memaksakan kehendak.itu berarti pula harus menghindari cara-cara instan. Saya ingat tadi setelah memarkir roda duaku seseorang yang baru selesai divaksin menyapaku.
"Bapa, berapa nomor antre?"
"943," jawabku.
"Kalau mengenal Pol PP, minta nomor antre yang sudah divaksi," demikian usulnya.
"Bilang saja, Bapa terlambat," lanjutnya
Ia pun bergegas pergi.
"Apakah mungkin menggunakan cara yang tidak terpuji seperti itu?" hati bergumam.
Tetapi seseorang yang telah divaksin tadi mengunakan cara tersebut. Ia mungkin mengenal salah satu dari sekian Pol PP yang selalu mengawasi kegiaran vaksinasi.
Sungguh terbersit di benakku jika kolusi di negeri ini masi terjadi. Dalam hal kecil seperti mendapatkan nomor antre pun bisa apalagi untuk urusan lebih besar lainnya. Apakah mungkin juga untuk urusan birokrasi?
Hal-hal tersebut dapat saja terjadi jika tidak dipikirkan bagaimana mengefisiensi sebuah kegiatan yang menyertakan banyak orang. Semisal memperbanyak petugas vaksin sehingga semakin banyak pula Rumah Sakit atau Puskesmas yang dapat melayani vaksinasi. Atau misalnya memperbanyak loket pendaftaran vaksin sehingga bisa melayani warga yang sangat antusias bervaksinasi. Sejenak terlihat, jika kita masih mewarisi cara-cara lama yang belum terbarukan. Dampak lanjutannya adalah kita hanya menghabiskan waktu hanya untuk menunggu, sedangkan waktu itu sangat berarti.
Pergantian petugas ke shif berikutnya menyebabkan alur kegiatan terhenti kurang lebih tiga puluh menit. Hingga pukul 15.00 baru menyentuh nomor antrean 800.Saya masih harus menunggu sekitar sejam lagi.Itupun jika tidak ada kendala.
Terik mentari seperti kelelahan menerpa warga yang berjubel di sore ini. Memang ia menyibak sinar senja menghangatkan, sedang di tangan-tangan kami masi tergenggam nomor-nomor antre.Inikah bagian lain dari ceritat tentang covid 19?
Komentar
Posting Komentar
Silakan komentar secara bijak dan kosntruktif!