CONSTAN
HAKI:
MENYULING
SOPI, MERAUP SARJANA
Acara syukuran wisuda di bilangan Petuk, Kolhua, Kota
Kupang semalam menyiratkan idealisme dari seorang ayah. Constan Haki , seorang
Bapak dari Desa Obe, Kecamatan Fafinesu A. Insana,Timor Tengah Utara (TTU),merayakan
sykuran sederhana atas keberhasilan anaknya meraih gelar sarjana di sebuah
perguruan tinggi di Kota Kupang. Bahwa seseorang diwisuda dan menyandang gelar
sarjana itu lumrah. Hampir setiap tahun perguruan tinggi di NTT mewisuda ribuan
sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Tetapi bahwa cita-cita seorang petani
sebagai penyuling sopi atau arak dan hendak menjadikan anaknya sarjana itu
mungkin sesuatu yang luar biasa.
Betapa kondisi kehidupan di zaman yang selalu
membutuhkan uang, banyak orang akan lebih memilih menginvestasikan uang seperti
berdagang atau lainnya. Tidak demikian dengan Bapa Constan Haki, pria tujuh
puluhan tahun ini. Ia lebih memilih investasi masa depan. Invetasi masa depan
yang dimaksudkan adalah menyekolahkan anaknya. Oleh karena itu, dalam kondisi
dililit utang sekalipun ia tetap memilih menyekolahkan anaknya. Alhasil,
puteranya menuntaskan prgoram strata satu dan meraih gelar sarjana.
Ketika menjawab pertanyaan menggelitik soal sopi
sebagai minuman beralkohol, ia hanya tersenyum dan berargumentasi.
“Namanya sopi pasti beralkohol, tapi itu sebuah budaya
yang mesti dilestarikna,” demikian ia berargumen. Karenanya, di Kampung Obe,
bersama beberapa orang lainnya, mereka masih menggeluti pekerjaan dengan
menyadap nira pohon lontar. Nira-nira itu kemudian disuling menghasilkan
minuman yang disebut sopi.
Bapak Constan yang berkepala tujuh ini pun lebih
lanjut menjelaskan soal jenis pekerjaan yang tidak boleh dilihat sebagai yang
lebih bermartabat atau tidak. Baginya semua pekerjaan halal pasti mendatangkan
berkat. Buktinya, melakoni pekerjaan sebagai penyadap nira juga penyulingan
minuman beralkohol telah mencukupi kehidupan saya dan bisa menyekolahkan anak.
“Biar hanya jadi tukag iris, yang penting anak-anak
mesti kuliah,” demikian bapak Constan Haki dengan kesahajaannya.
Bersama
isteri dan sanak keluarga, mereka merayakan syukur secara sederhana. Baginya
bukan soal meriah atau tidaknya acara, tetapi mensyukuri keberhasilan. Moment
yang mesti dirayakan sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan juga kepada
sesama. Menariknya, demikian Bapak Constan yang juga sesepuh di desa Obe,
Kecamatan Fafineu, Maubesi ini, secara sadar atau tidak sebenarnya keberhasilan
seseorang itu atas dasar doa dan dukungan darI sesama.
“Ini kami
bersama keluarga dari Obe datang sama-sama,” ujarnya sambil menunjuk beberapa
keluarga yang datang bersama-sama.
Keceriaan bersama keluarganya malam ini bagai suka cita berakhir pekan di
Kota Kupang. Sangat terlihat kebahagiaan terpancar dari raut isteri juga
anak-anak dan sanak keluarga lainnya.
Iidelaisme seorang Constan Haki mesti menjadi
teladan bagi siapapun. Benar bahwa mengisivestasi uang agar kondisi ekonomi
rumah tangga berkecukupan, tetapi lebih penting mengivestasi masa depan
anak-anak dengan pendidikan. Dari orang kampung kita belajar tentang sebuah
idelaisme. Dan mereka telah membuktikannya. Hari-hari ini, keluarga bapak
Constan Haki mungkin selalu merapal doa tak pernah henti, menguras otot hingga
raga berpeluh, sehingga mereka boleh mewujudkan sebuah keberhasilan.
“Naef Constan, Uis Neno, Nokan kit,” batinku
meyakinkan.***
Komentar
Posting Komentar
Silakan komentar secara bijak dan kosntruktif!