EGP PEMICU MENULIS

 


 

Kuawali tulisan ini dengan puisi:

 

MARI

 

Mari berlari

terjang  angkuh diri

wujudkan  percaya diri

menulis demi  harga diri.

 

( Joni Liwu, Kupang- NTT )

 

EGP PEMICU MENULIS

Empat baris puisi di atas adalah kesempatan yang diberikan pemateri Prof. Wahyudi Siswanto,M.Pd  dalam webinar hari kedua  bertajuk Menulis Semudah Tersenyum. Penyelenggara LPKN ( Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional ) menghadirkan 200 peserta dari berbagai profesi tersebut, menggelar webinar selama tiga hari. Antusiasme peserta terungkap melalui tugas sekilas 9 dalam beberapa menit saja ),yakni tugas berupa karya fiksi dan nonfkisi harus diselesaikan. Dalam waktu sesingkat-singkatnya tersebut saya coba mengeksplore ide dengan tulisa berjudl EGP pemicu menulis.

 

Pembelajaran menulis secara daring  memikat batin peserta webinar. Betapa tidak, kesulitan menulis sirnah karena  ceramah singkat, memikat dengan rumusan sederhana dari seorang Prof. Wahyudi Siswanto. EGP, Emang Gua Pikirin. Semestinya  menghilangkan dulu berbagai kendala soal menulis. Semisal ketiadaan tema, menulis itu sulit dan menakutkan, menulis itu membosankan, atau bahkan tidak punya waktu. Rajutan-rajutan ( baca: hal-hal ) kecil menjadi duri dalam daging sehingga seseorang tidak berenergi untuk mulai menulis. Beberapa contoh dikemukakan profesor untuk menjelaskan bahwa agar bisa menulis tidak harus pintar. Semisal seorang sahabatnya yang semula tidak bisa berbahasa Inggris ketika bertemu beberapa tahun sebelumnya. Namun, di beberapa tahun sebelumnya ia justru mengetahui bahwa sahabatnya tersebut adalah seorang penerjemah. Atau misalnya ia mencontohkan dirinya sebagai seorang pelukis yang lebih baik dari sahabatnya. Namun demikian, ia baru mengatahui bahwa sahabatnya tersebut adalah seorang pebatik ternama.

Menulis mungkin menakutkan bagi segeintir orang. Berbagai alasan misalnya takut memulai, merasa ragu jika tulisannya tidak berkualitas, lucu, atau bahkan disebut sebagai seseorang yang kurang profesional. Menurut Profesor yang telah menghasilkan puluhan buku fiksi dan nonfiksi tersebut, Mindset  perlu diubah. Yakni bahwa yang benar tentang menulis adalah menulis itu mudah dan tidak berbahaya. Menulis itu menyenangkan, mood tidak perlu dipercaya, dan kecil itu indah, besar luar biasa.

Kiat akhirnya yakni mengusung mindset dalam menulis yakni Dipaksa, Bisa, Terbiasa, dan Luar Biasa.

 

Di akhir kegiatan hari kedua, tugas menulis dengan limit waktu tiga menit dengan tugas maha berat, yakni menentukan beberapa idiom yang berhubungan dengan anggota tubuh lalu  mmengubah wujudnya menjadi sebuah sebuah puisi. Terlecutlah pula dari idiom-idiom itu sebagaimana puisi di bawah.

 

TERIK

 

Terik keangkuhan memanggang  jiwa

Panas hati membuncah pada riak kata mendusta

Semua tercurah dari tinggi hati tak tersanjung.

Mestikah lapang dada agar panjang sabar?

Mesti hati dingin

Kan reguk damai bersenangung.

 

Joni Liwu- Kupang NTT, 09 Juni 2021

 

 

 

 

 

Komentar