GADIS KECIL DENGAN TANGGUNG JAWAB BESAR
GADIS KECIL
DENGAN TANGGUNG JAWAB BESAR
Hari ini ( 26 /7) saya menyempatkan diri ke pasar
sebelum ke sekolah. Berbelanja dengan
isteri di waktu pagi tentu harus lebih cepat dari biasa karena setelahnya harus
mempersiapkan diri ke sekolah. Di awal tahun pembelajaran ini, banyak hal yang
harus dibenahi. Apalagi jika mendapat tugas tambahan sebagai wali. Yang sangat
menyita waktu adalah mengomunikasikan segala sesuatu ( tentu soal pembelajaran melalui aplikasi
pembelajaran ) kepada peserta didik sebagai anak wali. Belum lagi jika orang
tua masih terkesan apatis hingga tidak memberikan kabar apapun sedangkan
pembelajaran telah berjalan seminggu.
Ketika menuju ke area parkir kami melewati lapak
berukuran kurang lebih dua kali dua meter. Di atasnya dijajakan bumbu-bumbu
dapur termasuk garam. Kami menyinggahinya untuk membeli garam.
“Ade! Ade! Mau beli garam,” kata isteriku. Di atas
meja jualan itu ada seorang gadis kecil berusia sepuluh sampai dua belas
tahunan. Ia memang ada di antara jualannya tetapi tidak melihat ke arah kami.
Isteriku memanggilnya lagi untuk yang kedua kalinya, ia baru menjawab.
“Ade!Ade!, tolong bantu do,” demikian ia memohon bantuan
adiknya yang lebih kecil dalam dialek Kupang yang cukup kental. Namun dari
aksentuasinya, ia sepertinya sangat terpaksa harus memohon bantuan adiknya.
Dari raut wajahnya, ia seolah mengatakan jika ia tidak boleh diganggu saat itu.
“Lalu, kenapa
tidak dia saja yang melayani kami?” kataku dalam hati.
Saya jadi
penasaran. Sedikit bergesar mendekat, saya coba melihat apa yang dilakkukan. Karena
sekitar satu menit kami berada di situ, ia tertunduk di balik tumpukan bakul
berisi beberapa jenis bumbu dapur. Sementara adiknya membungkus garam dan
memberikannya kepada isteriku, saya coba menulusuri. Hati pun bertanya, ke mana
gerangan kedua orang tuanya sehingga kedua kakak beradik ini harus melakoni
pekerjaan sebagai pedagang bumbu.Saya coba membuang prasangka itu dari benakku.
Saya lebih fokus pada gadis cilik di depanku ini.
”Apa
sesungguhnya yang dilakukan gadis kecil ini?” hati tersu bertanya, sambil
lebih dekat mengarahkan mataku padanya. .
Hatiku begitu terenyuh, terharu ketika melihat
sedang mengerjakan tugas. Saya sangat memastikan itu karena di tangan kirinya
memegang gawai, sedang tangan kanannya sedang menulis sesuatu. Ia sedang
melakukan pembelajaran daring. Ingin
rasanya mewawancarainya tetapi saya tidak ingin mengusiknya. Ia memang sedang
belajar daring. Belajar di tengah hiruk pikuk pasar. Belajar di tengah bau apek
barang jualan yang berbagai jenis tersebut. Belajar di tengah banyak orang
lalu-lalang di sekitarnya.
Seorang gadis kecil dengan penuh konsentrasi belajar
di antara tumpukan barang dagangan. Sebuah kesan sangat membekas di hati ini.
Pikiranpun sempat membayangkan puluhan tahun silam saat mahasiswa dan perna
melakoni pekerjaan bedagang sayur di pasar. Sungguh ketika itu harus jujur
mengatakan jika tidak bisa belajar. Hanya bisa melayani pembeli, tetapi tidak
dengan gadis kecil ini.
Ia begitu bertanggung jawab terhadap tugas yang
diberikan hingga untuk melayani pembeli harus ditugaskan kepada adiknya yang
lebih kecil. Sebagai seorang guru, saya sangat respek terhadap kegigihannya
untuk belajar. Atas kepatuhannya terhadap tugas yang diberikan gurunya juga
yang diberikan oleh orang tuanya.
Gadis sekecil itu telah memiliki tanggung jawab yang
besar. Ia telah menghargai waktu, dengan belajar sambil bekerja. Orang lain
mungkin saja bekerja setelah belajar agtau sebaliknya belajar setelah bekerja, tetapi tidak untuk gadis ini. Ia belajar
sambil bekerja. Ia menunaikan tanggung jawabnya terhadap guru dan orang tua.
Dan lebih dari itu, tanggung jawab terhadap masa depannya. Satu hal kecil yang
mungkin disadari oleh orang dewasa kebanyakan tetapi tidak untuk semua
anak-anak kecil setingkat Sekolah Dasar.
Saya pun mengabadikan momen langka ini tanpa
membertahukannya. Bagiku, foto tentang aktivitasnya saat itu akan bercerita
tentang banyak hal. Sebuah aktivitas belajar yang jarang jarang saya temukan di
pasar, kecuali bagi sebagian besar pedagang yang asyik dengan gawainya di kala
senggang. Mungkinkah ia menjadi panutan dalam belajar.
Kami pun pergi setelah menerima bungkusan garam dari adiknya
yang melayani kami dengan senyum. Hatiku bergumam dalam perjalanan pulang soal keteguhan
hatinya untuk belajar di tengah hiruk-pikuk pasar. Ia mungkin belum paham
tentang makna belajar, tetapi sebenarnya ia sangat memahami agadium berikut
ini. Bahwa jangan pernah berhenti belajar, karena hidup tak pernah berhenti
mengajarkan. Ia telah belajar dari kehidupannya, maka ia sebenarnya telah memiliki masa depan yang menjanjikan.
Salam untukmu gadis cilik.
Komentar
Posting Komentar
Silakan komentar secara bijak dan kosntruktif!