FGD di Cakrawala NTT
BERLANGLANG
DI CAKRAWALA
Suatu hari di penghujung Oktober
gawaiku berdering. Seseorang yang kukenal dan katanya bergerak di lorong sunyi
hendak menemuiku.”Tumben!” gumamku. Muncul pertanyaan itu karena hari-hari ini
kami berkutat di “kamar” masing-masing. Saya di sekolah, sedangkan ia bersama
rekan-rekan sejawatnya berkantor sendiri, bergerak “ liar” tapi terukur,
mengemban tugas mulia mewujdukan generasi emas dengan literasi. Bernapas di
kamar berbeda namun misi yang berkecamuk dan menghujam batin ini sama, yaitu
literasi.
Literasi yang telah digaungkan
sebagai sebuah gerakan di republik ini hampir belum sepenuhnya mendapat tempat
di hati penghuni bangsa yang katanya memiliki sumber daya alam berlimpah.
Pembuktiannya sebagaimana dilansir PISA ( Program for International Student Assessment ) yang di rilis
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019
Indonesia terdepak di urutan 60 dari 72 negara. Lebih miris lagi karena
digolongkan negara dengan tingkat literasi rendah.Memang sih, segelintir orang belum
sepenuhnya menerima kenyataan ini dengan berbagai argumentasi.
Namun tidak demikian demikian
dengan sahabatku yang hari-hari ini lebih memaknai terdegradasinya tingkat
literasi di Indonesia ini sebagai sebuah kemunduran. Karenanya setiap warga
bangsa ini mesti dipacu otak dan otot, demikianpun budi dan bodinya sehingga
dapat mendongkrak ketertinggalan ini. Dengan rumah kecilnya Media Cakrawala NTT
( MCN ), sahabatku Gusti Ricarno,S.Fil menggelar Focus Group Discussion ( FGD ). Sebuah kegiatan bernas yang
memberikan nutrisi alais pembekalan bagi
para formatur lterasi. Personil yang disebut sebagai formatur MCN ditebar ke beberapa sekolah di NTT. Dalam misi
yang sama, personil-personil MCN tersebut didaulat untuk menjalin kebertautan
sekolah-sekolah mitra tersebut dengan MCN dalam berliterasi. Sebuah gerakan
yang melibatkan berbagai potensi sehingga lebih dimaknai sebagai gerakan
semesta.
Gagasan tentang gerakan semesta itu
pun beralasan. Seorang Gusti Ricarno hendak menerjemahkan berbagai gagasan
tentang literasi yang belum berwujud. Ibarat embrio namun belum berubah wujud
hingga berhari-hari.Mestikah tetap dibiarkan sedang kualitas pendidikan di NTT
masih menempati urutan terbawa? Pejuang literasi yang satu ini tidak ingin
membiarkan larut dalam kebimbangan zaman atau bakan covid 19 yang masih melanda
bangsa. Ia tidak ingin melihat keterpurukan wajah bangsa bagai burung-burng
pipit yang bertengger pada ranting rapuh di batas kota. Bahkan mungkin ia pun
tidak ingin melihat rendahnya kualitas generasi NTT bak gabus-gabus kecil yang
diombang-ambing laut pantai. Kondisi-kondisi tersebut mengilhami seorang
pejuang literasi, Gusti Rocarni , mendesain sebuah gerakan yang menurutnya
sebagai Gerakan Semesta. Ia tidak ingin berjalan sendiri di “lorong yang sunyi’
tetapi bergandengan dengan semua komunitas dan organisasi-organisasi yang
sangat menaruh perhatian dengan berliterasi.Bahkan terhadap anak NTT yang
potensial sehingga meretas kesunyian di jalan literasi.
Masih soal FGD oleh MCN. Pemberian
nutrisi alias pembekalan kepada formatur atau personil inilah yang menjadi
materi utama FGD dua hari berturut-turut, Jumad 22 Oktober dan Sabu 23 Oktober
2021 selain konsolidasi. Seorang Gusti Ricarno, pimpinan MCN, juga melakukan
konsolidasi sebagai upaya memperkuat MCN
dengan managemen yang lebih profesional. MNC sebagai sebuah komunitas yang
sangat peduli dengan literasi, maka managemen yang profesioanl tentu menjadi
tuntutan. Belum lagi jika melihat out put alias hasilkebermitraannya dengan
sejumlah sekolah di NTT dalam menggerakan literasi bukan sebuah isapan jempol
belaka. Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021, komunitas
yang konsen dengan misanya ini akan
melaunching puluhan buku karya anak-anak NTT besutan MCN. Sungguh sesuatu yang
tidak bisa dipandang dengan sebelah mata, karena tugas mencerdaskan generasi
bangsa menjadi tanggung jawab semua pihak. MCN telah mengemas iktiar dalam
program-program terukur. Demi mempersiapkan generasi emas sebagaimana misi yang diembannya, hari-hari
ini niat mulia tersebut diejawantahkan di tiap sekolah yang telah menjalin
kemitraan dengannya.
MCN telah berikrar hingga berpeluh
di propinsi miniatur Indonesia ini. Oleh karenanya,mereka tidak bergeming walau
diterpa badai Laut Sawu. Personil MCN tidak bergeming walau metari di tanah
Timor kian memanggang persada hingga rerumputan kemuning tak berdaya. Mereka
pun tak bergeming jika sekolah dijangkau harus berjalan kaki dan kesulitan
mendapatkan air untuk mandi. Namun demikian, semangat melangkah tidak
menyurutkan sejak awal. Mereka menjangkau semua sekolah hingga pelosok,
pulau-pulau besar pun kecil.
FGD telah memberi makna untuk
sebuah perjuangan demi generasi emas. Menghadirkan dua nara sumber, pakar
komunikasi jugapenulis buku dari Universitas Nusa Cendana, Dr. Marsel Robot dan
kepala Kantor Bahasa NTT, Syaiful Bahri Lubis, sedikit banyak menguatkan para
formatur ke tiap sekolah mitra. Hari-hari ini, para formatur tidak saja
mempertaruhkan segenap kemampuan tetapi lebih dari itu nama baik MCN. Paling
tidak kepercayaan yang telah tersantun dan mendapat tempat di hati sekolah
mitra, tetap menjadi kebanggaan bersama seluruh warga di propinsi seribu dua
ratusan pulau ini.
Sesuatu yang pasti, hari ini mereka
menanam tetapi bangsa ini akan menuai sepuluh atau dua puluh tahun mendatang. MCN
telah menggagas gerakan semesta maka sewajarnya segenap warga NTT pun membangun
menara gading bersama, bukan di rumahnya masing-masing.
“Kamu jangan membangun menara
gading sendiri,” saran Gusti Ricarno
pada seorang fasilitator menyemangati, “ Bahkan harus keluar dari zona
nyamanmu!”
Salam Literasi
Komentar
Posting Komentar
Silakan komentar secara bijak dan kosntruktif!