FGD MEMICU, FGD MENGGUGAH
FGD MEMICU, FGD MENGGUGAH
Gerimis di Sabtu akhir pekan ( 13 November 2021 )
tak menyisahkan waktu sedikit pun untuk mentari .hingga senja menjelang pun ia
tak menggubris. Seolah ia membiarkan malam kian menjemput mentari. Satu dua
pengemudi mobil mapun Ojol alias Ojke menerobos jalanan berair walau dingin
memagut, hanya untuk menyambung hidup.
Segenap personil Media Pendidikan
Cakrawala NTT alias MPCN pun demikian. Semua kami yang tergabung dalam MPCN pun
bak terbakar semangat oleh seorang pimpinan Gusty Rikarno. Berkihtiar terus menerobos
jalan sempit literasi.
Di siang yang mendung hingga senja FGD ( Forum Group
Discusison) digelar. Kegiatan rutin ini seolah hendak mengetahui mungkinkan jiwa literasi itu
masih berdenyut. Jika masih berdenyut dalam setiap personil, tentu pula akal
pikirannya masih sehat dan tetap melitani rutunitas dalam style MPCN. Ini
menjadi penting karena bisa saja berubah musim, berubah pula akal sehat. Akal sehat
dapat saja bermetamorfosis menjadi akal bulus. Akal bulus disandingkan dengan
ular berganti kulit. Wajah baru tetapi tetaplah ular licik serta pintar tetapi
egois. Jika akal sehat berubah haluan seperti itu maka cara pandang juga bisa
berubah, seperti misal melihat segala yang baik jadi buruk alias berpikir
negatif. Hal-hal kecil seperti ini mesti pula dituntun melalui FGD.
Seperti kisah Si Kancil dan Ular Beludak, personil
MPCN tidak hendak melakoni peran ular beludak yang memangsai kerbau setelah
kerbau membebaskannya dari pohon yang menindih. Mereka hendak menjadi kancil
cerdas tetapi membantu, karena mereka pun menyadari berhati licik atau jahat
akan mendapatkan balasan yang setimpal. FDG selain memberi ruang menata hati
dan pikiran, juga memberi ruang rangsang agar personilnya menjadi lebih
berkreatif. Paling kurang berbagi pengalaman setelah bersemuka dengan
siswa-siswi dan guru-guru. Kendala mesti diretas, persoalan dibahas, solusi
didapatkan.
Lebih jauh, FGD sebagai ruang refleksi tehadap
sejumlah program berwujud penugasan yang diembankan kepada setiap pesonilnya.
Begitu banyak tugas yang harus dituntaskan sedang deadline atau tenggat waktu
yang begitu sempit boleh dikata memacu jantung. Personil yang masih terbatas
misalnya, tidak semua hadir dalam FGD tersebut karena masih menjalankan misinya
di beberapa sekolah di propinsi NTT. Lain lagi cerita tentang pencetakan buku
yang tersisa semingu dua minggu ke depan, juga memicu keringat para editor di
musim hujan ini. Beberapa personil yang “menjaga meja redaksi” alias tidak
bersemuka dengan siswa-siswi dan guru-guru tetap melitani tugas dan tanggung
jawabnya, megedit naskah juga tugas lainnya. Singkat cerita, semua berpacu
dengan waktu tetapi setia daam tugas, termasuk mempersiapkan perayaan Hari
Ulang Tahun MPCN pekan terakhir November.
Acara Ultah itu tidak sekedar seremonial memotong
tumpeng di ruangan ber-Ac, tetapi dikemas dalam acara Wisata Literasi. Latarnya
pun sungguh memukau, di dataran Gunung Mutis pada ketinggian 2.458 mpdl. Berbagai acara sedang dikemas
bersama sekolah-sekolah di dataran tertinggi Pulau Timor tersebut. Musim hujan
tidak menjadi kendala. Bahkan kegiatan bermartabat yang akan menggandeng Bunda
Literasi Kabupaten TTU itu telah dipersiapkan dengan baik. Hari-hari ini kegiatan
HUT MPCN yang dirangkai dengan Hari Guru Nasional 25 November itu telah
dilaksanakan oleh beberapa sekolah di dataran tinggi nan eksotis.
“Lomba pidato, debat, tarian, dan lagu antarsiswa akan digelar pekan kedua November
juga. Final dari lomba-lomba tersebut terjadi pada HUT MPCN dan HG,” jelas
Baldus, ketua panitia HUT MPCN. Tentang apa dan bagaimana serial perjalanan Tim
MPCN? Kita tunggu.
Salam Literasi.
Komentar
Posting Komentar
Silakan komentar secara bijak dan kosntruktif!