PANTAI RAKO, NIRWANA TERSEMBUNYI

 

 

PANTAI RAKO, NIRWANA TERSEMBUNYI




 

Cakrawala yang mempesona menyibak tirai keindahan alam, bahwa buana permai adalah cipataan Sang Khalik. Semesta ini telah dianugerahkan kepada penghuni bumi. Mahakarya pada bumi tak terperikan membingkai alam nan permai. Karya terberikan oleh leluhur telah terpaut pada pantai di selatan Flores Timur, ialah Pantai Rako. Semenjak dahulu kala, pantai berbentuk gading serta berpasir putih, telah tersemat di Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur.  Seolah berada dalam dekapan tanjung Manuk dan tanjung Makasar, Pantai Rako menyimpan sejuta rona. Keindahan dan kemolekan dengan pasir putih, tidak saja menyimpan sejuta kisah, ia bahkan akan berkisah tentang penjaga zaman dari masa ke masa.

 

Pantai Rako bak s perawan desa hendak ditimang. Ombak menepi pada bentangan pasir putih sekitar tiga sampai empat kilometer laksana desah kagum penghuni bumi atas mahakarya sang khalik. Hamparan pantai dengan gelombang memukau, mengajak pengujung berselancar, mendekap gelombang-gelombang menggulung. Di atas buih-buih gelombang, peselancar kan tersenyum ria. Tak hanya mengagumi, bersuka bersama semesta, mensyukuri keberkahan pada alam pantai selatan  tersebut

.

Gelombang Rako selalu menanti peselancar. Ia kan mengidungkan gemuruh bak lagu rindu memikata hati. Berselancar menggumuli gelombang bergulung sembari mereguk alam hijau mengitari. Gunung Wuko, Bolan, Manuk dan Tanjung Mulu alias Makasar serasa nirwana selalu menemani. Menyasar di atas liukan-liukan gelombang, peselancar pun mereguk kemolekan pasir putih yang membentang, sedang rimbunan kelapa bak bingkai mengitari figura Pantai Rako.

 

Pantai Rako menyimpan  kisah heroik. Di keindahan bak telaga nirwana ini, Pahlawan Desa Hewa, Moan Rako menerakan sejarah heroik. Dengan senjata seadanya ia menantang dan menentang penjajah. Di atas Watu Gogo pada tepian Pantai Rako, ia pun menunjukkan keperkasaannya. Doa leluhur menguatkannya menentang penjajah walau ia harus berkalang tanah demi Hewat Lewo Rotan, natar tanah, kampung halaman tercintah. Moan Rako, namamu abadi, seabadi Pantai Rako yang kini hendak berkelana  menyusuri dunia.

Pantai Rako, molek bestarimu, memahat ikhtiar anak cucu pewaris bangsa, untuk menjagamu. Menorehkan semangat melestarikan hingga selamanya. Tak ingin namamu tercemar pun tercoreng karena nafsu egois segelintir. Kami hanya ingin  memilin rindu di kala pengujung menorehkan kenangaan bersamamu. Kenangan di saat  pengunjung mendekap dan bencengkrama di atas pasir putin sambil berdendang ria. Litani tentang indah alammu, tentang syahdu gemercik gelombang menepi  di bibir pantai, lalu senyap direguk pasir putih. Heningmu pada malam bertabur bintang, selalu jadi kenangan tak tergores.

Pada pagi mentari mereka di bubungan tanjung Makasar, kami hendak berpuisi tentang keramahanmu. Tentang keasrian hijau dedauan mengitari semesta, lalu jadi bait-bait pembunuh rindu. Memandangmu di kala senja, hendak menggoreskan cerita nan eksotis. Karena senja telah menyepuh kebiruan laut jadi singgasana abadi, hingga anak cucu. Di relung Helero, Hewat Lewo Rotan, namamu kan abadi dan tak lekang oleh masa.***

 

 

Narasi: Yohanes Joni Liwu, S.Pd,

Anak kampung Hewa

( Guru SMPN 13 Kota Kupang.)

Komentar