MENJEJAL LITERASI DASAR USAI PANDEMI COVID 19

 

 

 


MENJEJAL  LITERASI  DASAR USAI PANDEMI COVID 19

( Oleh: Y. Joni Liwu, S.Pd )

 

Pemberlakukan SKB empat menteri Menteri Kesehatan (Menkes), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), dan Menteri Agama (Menag), serasa melegahkan orang tua juga para guru. Kebijakan ini memungkinkan sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka 100%. Tentu saja pelaksanaan harus sesuai dengan ketentuan PTM ( Pembelajaran Tatap Muka ) untuk tiap wilayah PPKM (Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ).

 

Selain itu, kebijakan ini menggerus kemelut yang kadang menjadi persoalan dalam rumah tangga, bahkan menjadi pula benang kusut yang mesti dilerai oleh guru. Bagi keluarga dengan berbagai keterbatasan, pembelajaran daring alias dalam jaring, boleh jadi merupakan sebuah kesulita. Kesulitan kepemilikan gawai dengan speisifikasi tertentu, kesulitan membibing anak ketika belajar di rumah, bahkan termasuk kesulitan mengakses signal. Beberapa cerita miris yang tersebar di dunia maya, sangat terlihat guru-guru di daerah terpencil, terjauh, dan terisolir harus berupaya mencari signal. Mereka misalnya  harus mendaki perbukitan demi mewujudkan tugas dan tanggung jawabnya. Ada rupa-rupa soal yang menjadi masalah, oleh siswa, orang tua, dan guru-guru. Ketika pemerintah membuka ruang untuk Kegiatan pembelajaran secara luring alias tatap muka penuh, setidaknya beberapa soal kecil bisa diretas.

 

Peluang melesatkan kegiatan literasi terbuka. Mesti jujur, bahwa peserta didik yang terbuai oleh pembelajaan daring yang entah terjadwal ataupun tidak, berdampak pula pada kegiatan literasi dasar di rumah. Beberapa program literasi dasar yang disampaikan atau ditugaskan secara daring hampir tidak digubris. Sangat dipahami, karena peserta didik dengan berbagai keterbatasan, tentu lebih mengutamakan tugas-tugas dari berbagai mata pelajaran. Alhasil, tugas literasi, semisal membaca cerpen, menganalisis unsur cerpen, menulis cerpen, menulis berita, terabaikan. Tugas-tugas mata pelalajaran diutamakan, tugas literasi dikesampingkan. Hal tersebut tidaklah menjadi indikasi kegiatan literasi dalam konteks praktik baik di sekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mungkin saja hanya menunggu waktu yang tepat, dan hari-hari ini para guru memiliki kesempatan itu, demikian pun guru yang menjadi anggota Tim Literasi Sekolah ( TLS ).

 

Literasi dasar selalu diterjemahkan dengan membaca dan menulis. Bahwasanya membaca dan menulis merupakan kegiatan yang terimplisit selama pembelajaran dapat dibenarkan. Namun demikian, membaca dan menulis tentu tidak cukup dengan mengikuti pembelajaran di kelas. Untuk mewujudkan literasi dasar, mesti juga memahami prinsip-prinsip ini. Hal mana, menjadi penting agar guru sebagai garda terdepan dalam gerakan Literasi Sekolah ( GLS ) lebih terarh dalam membimbing peserta didik. Hal yang juga mesti dipahami para pegiat literasi di republik ini. Bebarapa prinsip pembelajaran literasi dasar misalnya, erkomunikasi dengan bahasa lisan merupakan aspek penting dalam kegiatan literasi. Berbicara dengan peserta didik  merupakan kegiatan yang dapat dilakukan secara natural meningkatkan kekayaan kosakatanya. Kosakata yang kaya ini kelak akan membantu anak untuk memahami materi dalam buku, lagu, dan informasi apa pun yang tersaji di sekitar mereka. Prinsip lainnya, kegiatan literasi perlu bersifat kontekstual dan terintegrasi dengan kegiatan keseharian anak.Ia menuliskan apa dilakukannya. Prinsip lainnya yakni bahwa kegiatan literasi perlu bersifat menyenangkan dan tanpa paksaan. Mengacu pada prinsip ini tentu guru mesti kreatif mengondisikan kelas atau peserta didik, agar berliterasi dengan senag hati. Sangat tidak memungkin jika kondisi batin yang sedang gunda atau gulana, ia dapat memaba atau menulis. Walaupun kadang-kdang sebenarnya kondisi batin bagi penulis-penulis merupakan sumber inspirasi.

 

Tentang pemahaman teks bacaan, menjadi pula tugas tanggung  jawab guru sebagai garda terdepan GLS. Beberapa kiat yang dapat dilakukan guru demi menumbuhkan semangat membaca yang merupakan literasi dasar. Pertama, bahwa guru perlu membuat target membaca. Dalam hal ini, menentukan jenis bacaan fiksi atau nonfiksi. Dalam kegiatan literasi di sekolah entah membaca lima belas menit sebelum pembelajaran ataupun pada hari khusus sebagai pembiasaan literasi, sebaiknya teks-teks bacaan fiksi.Alasan mendasar yakni bahwa buku fiksi besifat imajinatif, menggunakan bahasa-bahasa yang populer. Pembaca atau peserta didik diajak masuk ke dalam cerita dengan bahasa yang ringan.Guru pun TLS dapat menyediakan buku-buku fiksi seperti  novel, cerpen, puisi, drama, komik, fabel, mitos, hikayat, dan sebagainya.

 

Di sisi lain guru juga menentukan porsi menbaca.Hendaknya dapat mengasumsi bahwa peserta didik dapat menyelesaikan sebuah bacaan dalam limit waktu tertentu. Hal mana tidak menjenuhkan mereka, hingga tidai memahami isi teks secara keseluruhan. Agar dapat mewujudkannya, guru mesti membantu peserta didik dengan mengingatkan peserta didik untuk mencatat hal-hal penting dalam sebuah teks atau memberi ketengan pada teks tertentu yang sulit dipahaminya. Guru berperan menjelaskannya hingga terang benderang.

 

Ada pula hal lain yakni personalisasi konten bacaan. Peserta didik,  dapat meningkatkan pemahaman dengan melihat hubungan antara materi yang disajikan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Bapak dan Ibu Guru bisa meminta siswa untuk menuliskan bagaimana suatu materi pembelajaran bisa terhubung dengan kehidupan mereka. Hal ini bisa dilihat dari peristiwa atau kegiatan yang dekat dengan siswa. Dalam hal menarasikannya, mereka didorong menggunakan diksi yang tepat.

 

Memang mewujudkan pesetta didik yang literat tidak sekali jadi. Ia membutuhkan sebuah proses yang berkepanjangan, atau setidak- tidaknya selama ia masih mengenyam pendidikan. Guru dalam hal ini sangat memilki peran menggugah peserta didik dengan berbagai pendekatan agar lebih termotivasi membaca dan menulis. Katakanlah,  membaca merupakan kunci untuk mempelajari segala ilmu pengetahuan, termasuk informasi dan petunjuk sehari-hari yang berdampak besar bagi kehidupan. Hal sederhana ketika menerima resep obat, dibutuhkan kemampuan untuk memahami petunjuk pemakaian yang diberikan oleh dokter. Bagaimana jadinya jika ia mengabaikan petunjuk dokter. Sesuatun yang pasti, ia tidak akan pulih bahkan mungkin keracunan karena over dosis. Dalam hal ini, membaca dapat disebut kegiatan membaca menjadi perantara mengetahui segala sesuatu. Hal-hal keseharian dapat menjadi contoh yang disuguhkan kepada mereka, betapa membaca menjadi penting bagi kehidupan.

 

 

Kiat untuk giat

 

 

Menggelorakan literasi dasar menjadi tanggung jawab bersama, dari hulu hingga hilir. Pada area hilir tentu tanggung jawab lebih kepada guru dan orang tua. Orang tua pun guru dapat melakukan kegiatan-kegiatan sederhana setelah peserta didik atau anak-anak membaca sebuah buku fiksi. Peserta didik atau anak-anak dapat berdiskusi dengan buku. Agar meningkatkan kecakapan literasi anak, kegiatan membacakan buku perlu melatih anak untuk berpikir tentang teks pada bacaan. Pinnel dan Fountas (2011) menegaskan bahwa kegiatan literasi akan berlangsung optimal apabila anak dibimbing untuk berpikir mengenai teks/fitur dalam bacaan (thinking within the text), berpikir tentang makna dalam bacaan (thinking about the text), dan berpikir

tentang konteks dari bacaan (thinking beyond the text). Ketiga hal ini dapat diakomodasi dalam kegiatan berdiskusi tentang buku dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

 

 

Anak atau peserta didik dapat bercerita tentang teks yang dibaca. Sebuah kiat sederhana yang jarang dilakukan mesti sangat berdampak bagi kulaitas literasi seseorang. Guru misalnya dapat merangsangnya dengan pertanyaan-pertanyaan singkat agar” mengomporinya” bercerita. Di lain pihak anak-anak atau peserta didik diajak bermain peran. Berdasarkan cerita yang dibaca. Dalam hal ini guru mesi lebih inovatif mendaur ulang naskah teks cerita menjadi teks drama. Anak-anak atau peserta didik dapat dituntun berkreasi mengubah teks cerpen menjadi teks laku atau drama. Selanjutnya memerankan atau bermain peran berdasarkan teks yang dibuatnya. Tak disangkal bahwa film layar lebar demikian pun sinetron bermula dari sebuah cerita. Anak-anak atau pesetrta didik disuguhkan naras-narasi seperti ini agar lebih memotivasinya membaca.

 

 

Membaca dan menulis itu literasi dasar. Ia menjadi dasar sebelum merambah literasi-lietrasi lainnya. Dengan demikian, suka tidak – suka, mau atau tidak mau, literasi dasar ini mesti dijejalkan pada anak-anak atau peserta didik. Literasi dasar juga sangat menjadi nutrisi dasar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah atau lembaga pendidikan umumnya. Ketika  ujian nasional berubah wujud menjadi Asesmen Kompetensi Minimun ( AKM ), literasi dasar menjadi sangat penting. Dengan demikian, kita dapat memaklumi bahwa literasi dasar menjadi kebutuhan pokok untuk dipenuhi. Tugas dan tanggung jawab itu ada di tangan kita bersama, karena bersama kita bisa.***

 

Penulis, Guru di SMPN 13 Kota Kupang

 

 

Komentar