MELITANI PERSN GURU DI TENGAH BADAI

 

MELITANI PERAN GURU DI TENGAH BADAI

( Yohanes Joni Liwu, S.Pd )



 

Mengusung tema “Bangkitkan Semangat Wujudkan Merdeka Belajar,” Hari Guru Nasional 2020 dirayakan disaat bangsa sedang dilumat covid 19. Belum lagi kisruh yang terhembus oleh segelintar anak bangsa yang mengangkangi  protokol kesehatan pun hukum lalu terdengar letupan- letupan dialog bernuansa politis.Oleh karenanya media massa  menjadikanya sebagai lahan empuk pemberitaan. Mata dan hati pun tertuju pada kisruh tak berjuntrung. Semoga saja tidak mengalami eskalasi berkepanjangan sehingga bangsa ini lebih fokus pada upaya menanggulangi covid 19 pun pemulihan ekonomi bangsa.

Dunia pendidikan yang juga hendak berbenah dalam konteks merdeka belajar seperti dilihat dengan sebelah mata kala fokus perhatian lebih tercurah pada info-info heroik sebagaimana kondisi bangsa hari-hari ini. Lalu apakah guru-guru hari – hari ini lunglai tidak berdaya? Pertanyaan reflektif ini menggugah saya untuk merefleksi keberadaan guru yang tidak pernah atau bahkan jarang dijadikan isue nasional kemudian didiskusikan hingga menjadi tranding topic kemudian  memberikan tempat yang layak bagi guru sebagaimana peran guru oleh Eric Hoyle dalam bukunya The Role of the Teacher.

 Eric Hoyle menempatkan guru sebagai bapak (Teacher of Father). Kedua, Sebagai kakek (Teacher as Grand Father). Seorang kakek itu baik hati, suka bercerita kepada cucu-cucunya. Ketiga, Sebagai nenek (Teacher as Grand Mother). Sebagai tukang cerita. Keempat, Sebagai kakak tertua (Teacher as a Oldest Brother), selalu mengajak untuk bekerjasama. Kelima,  Sebagai paman (as an Uncle), suka memberi informasi dan berbagai ide. Keenam, Sebagai ipar (as Causin), mengajar muridnya tidak menaruh perhatian terhadap mereka dan biasanya ia memikirkan hal-hal lain, seringkali memperhatikan tugas pokoknya sendiri. Ketujuh, Sebagai sersan mayor (as Sergion Major), pengawal pasukan dengan disiplin ketat dan menggunakan catatan dari berbagai buku, selalu mengadakan parade senja untuk menghormati pimpinan pasukan. Kedelapan,  Sebagai Sigmund Freud, alat Bantu atau sarana untuk menyelesaikan konflik dan ketegangan. Kesembilan, Sebagai kelompok Psikoterapist (as Group Psikoterapist), menggunakan drama sebagai terapi. Kesepuluh,  Sebagai editor buku (Priten’s Reader), mengadakan koreksi terhadap tulisan sebuah buku sebelum dicetak. Kesebelas,  Sebagai guru, yang menyampaikan pengetahuan.

Dalam situasi apapun, sesungguhnya peranan guru itu tidak hanya terbatas oleh dinding-dinding kelas tempat ia mendidik siswanya. Ia punya tugas di dalam dan di luar kelas di sekolah serta di masyarakat. Betapa tugas mulia yang patut dihargai bukannya menyematkannya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, lalu mencampakkannya. Pertanyaan miris para guru honor soal nasibnya haruslah menohok batin penentu kebijakan. Betapapun status berbeda namun memiliki peran dan tanggung jawab yang sama sebagaimana guru ASN lainnya. Keluhan sahabat-sahabat guru honor bahkan telah bertahun-tahun hilang dan lenyap oleh isue-isue bangsa lainnya.Belum lagi jika isue politk kian berhembus, dipastikan semua kerja keras bangsa untuk menyejahterakan rakyat terabaikan. Jika diulur kembali, siapapun peimpimpin bangsa ini hingga kepala daerah dipastikan menempatkan sektor pendidikan sebagai program unggulan.Namun sejauh mana ie melecutkannya? Banyak pempimpin masih mengurungkan tujuan luhurnya. Dampaknya, bangsa ini masih terseok-seok di kembimbangan zaman.

 

Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh teknologi seperti radio, internet maupun komputer yang paling modern. Banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan keteladanan yang diharapkan dari hasil proses pembelajaran, yang tidak dapat dicapai kecuali melalui pendidik. Dan kondisi riil ini dialami bangsa saat pemberlakuan Belajar Dari Rumah ( BDR ) ataupun Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ ). Orang tua mengalami kesulitan membelajarkan anak di rumah walau memiliki berbagai fasilitias, namun kepahitan ini mesti ditelan karena kondisi bangsa yag masih diintai pandemi covid 19.

 

 Demikianlah gambaran begitu pentingnya fungsi guru dan betapa beratnya tugas dan tanggung jawab guru, terutama tanggung jawab moral untuk digugu dan ditiru. Di sekolah seorang guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-muridnya, di masyarakat seorang guru menjadi sauri tauladan bagi setiap warga masyarakat. Fungsi guru cukup berat untuk diemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru atau pendidik yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik. Meski demikian, fenomena  guru terdegradasi hanya karena ulah oknum-oknum tertentu semisal pelecehan tidaklah kemudian dijadikan sebagai sebuah simpulan umum terhadap kepribadian guru umumnya.

 

Guru Honor versus Artis

 

Pada Hari Guru Nasional taun 2020 ini,  nasib buntung tak lagi untung para guru honor mungkin menjadi poin yang terus didengungkan. Betapa lirih suara  847.973 guru honor di Indonesia  untuk berharap kepada penentu, agar nasib dan sepiring nasi mereka diperbaiki. Kebijakan menteri tentang penggunakan 50 % dana Bos untuk mendanai gaji guru honor bukanlah sebuah ketentuan berkekuatan hukum karena kebijakan itu harus diterjemahkan pula oleh setiap kepala sekolah sesuai kondisinya masing. Sangatlah miris jika guru honor yang sangat dibutuhkan di kampung-kampung bahkan di kota-kota hanya digaji Rp 200.000 per bulan.Sebuah angka yang sangat tidak menjangkau kebutuhan seorang manusia seminggu untuk kondisi sekarang, sedangkan hampir semua bangsa menganggungkan guru sebagau yang diguguh dan ditiru.

 

Berbeda layaknya seorang artis yang digaji puluhan juta, walau tidak disebut sebagai yang diguguh dan ditiru.Artis diidola karena kemewahannya, guru honor diabaikan. Popularitias artis tidak sebanding dengan guru. Guru menjadi populer dan tranding topic di media massa bila terantuk pada sebuah kesalahan pribadi, semisal kasus-kasus pelecehan, tetapi mengabaikan segala jeri lelah yang mungkin saja dibasuh dengan air mata dalam pengorbanannya.

 

Di Hari Guru Nasional ini,banyak kekurangan memang mesti direfleksi agar dalam masa-masa sulit ini perlu dilakukan penguatan-penguatan kompetensi guru. Data Kemendikbud mencatat, di Indonesia ada 96,6 persen siswa belajar dari rumah. Sebanyak 86,6 persen siswa Indonesia belajar di rumah dengan mengerjakan tugas dari guru, namun pembelajaran interaktif hanya berhasil dilakukan oleh 38,8 persen. Sementara itu, sebanyak 53,55 persen guru kesulitan mengelola kelas selama PJJ, dan 49,24 persen guru terhambat melaksanakan asesmen PJJ. Guru juga sulit menggunakan teknologi selama PJJ, dengan jumlah 48,45 persen. Selain soal pembelajaran, faktor biaya komunikasi digital juga menjadi beban bagi guru. Terdata, rata-rata guru menghabiskan Rp 190 ribu untuk membeli kuota internet dan pulsa.

 

Pada momen bersejarah ini, torehan keberhasilan juga kegagalan patut memacu guru  berkreativitas dalam pembelajaran. Apapun masalahnya, guru harus menjadi garda terdepan meningkatkan semangat belajar siswa atau peserta didik karena badai covid 19. Hari- hari ini siswa-siswa memang belajar di rumah, tetapi komitmen membelajarkan mereka dengan kreativitas guru juga menjadi sebuah pilihan agar kita dapat meminimalisir sejumlah persoalan tentang Belajar Dari Rumah. Mungkin benar kata Ki Hajar Dewantara, bahwa setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah. SELAMAT HARI GURU.

 

 

Penulis, guru SMP Negeri 13 Kota Kupang

 

 



 

Komentar