JANGAN TAKUT DIVAKSIN

 

JAGAN TAKUT

Oleh: Joni Liwu,S.Pd


Pagi ini, sebelum menuntaskan administrasi pembelajaran dalam kegiatan MGMP aktivitas membaca buku terusik lantaran tersulut pendapat rekan seruangan soal penolakan terhadap vaksinasi covid 19. Bahkan sebelum vaksinasi dilakukan oleh seorang Presiden Jokowi, pihak-pihak tertentu justru menantang pimpinan negara itu untuk divaksinasi terlebih dahulu, termasuk para pimpinan institusi lainnya. Sejenak, jika melihat seorang Jokowi secara fisik lalu berasumsi bahwa ia seorang penakut,  itu adalah sebuah kekliruan. Memang agak lucu, di saat bangsa ini sedang terpuruk ekonomi karena covid, para pihak-pihak ini tidak sejalan, atau sehati sesuara denhan pemerintah, malah menyulut kaum akar rumput menentang kebijakan pemerintah. Bagai menampar air di dulang,  beberapa di antaranya justru terindikasi covid 19. Bukan soal berbeda pendapat di negara demokrasi ini, tetapi bahwa pendapat dari figur yang menjadi panutan kaum jelata itu pasti berdampak. Namun demikian, syukurlah jika tidak semuan warga bangsa ini masih waras, logika berpikir mereka tidak tergerus oleh pendapat-pendapat basi yang tak layak dikonsumsi. 

 

Sebut saja seorang Ribka Tjiptaning yang terangan-terangan tidak ingin divaksinasi. Ia seorang politisi PDIP, anggota dewan terhormat penghuni senayan gedung kehormatan rakyat, yang menolak divaksin. Kalau saja itu merupakan pendapat pribadi, semisal saat dikonfirmasi wartawan, tentu tidak membuat jagad Indonesia ini heboh.  Namun suara seorang wakil rakyat dari partai pendukung pemerintahan ini disampaikan dengan lantang dalam sidang dewan terhormat. Tentu saja warga bangsa yang hari-hari ini menanti upaya mengeliminasi corana virus turut berpendapat. Para  pegiat media sosial juga masyarakat umumnya yang sangat konsen memerangi covid 19 ikut berpendapat dengan caranya tersendiri, walaupun itu berwujud kasak-kusuk di rumahnya masing-masing, di kebun-kebun, di pantai pu di mana saja.

 

            Denny Siregar, pegiat sosial juga crew cokro TV bahkan menyebut Ribka Tjiptaning sebagai orang egois, peruska pikiran awam ( Tagar.id untuk Indonesia, 14 Januari 2021).

 

Anda itu egois, tahu enggak? Dan orang egois itu tidak lebih dari seorang pecundang, pecundang dalam hidupnya, dalam segala-galanya,”  demikian Denny Siregar. Tidak sampai di situ, ia kemudian menganalogikan vaksin sebagai  baju perang atau jirah yang dipakaikan kepada seseorang agar  tidak ditembus senjata seperti anak panah, tombak, juga pedang lawan.

Seorang Ade Armando, dosen Universitas Indonesia, dan pengamamt politik malah mengidentikan Ribka sebagai seorang yang dungu. Ribka, demikian Ade Armando, berasumsi bahwa vaksinasi itu sebagai sebuah konspirasi dagang. Penolakan Ribka yang disampaikan dalam rapat anggota komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi itu juga menurut Ade Armando menohok atau menyudutkan Presiden Jokowi lantaran membandingkan keterpilihannya di DPR oleh ratusan ribu suara dibanding Menteri Kesehatan Budi Gunadi  (yang sebelumnya wakil menteri BUMN ) hanya oleh satu suara. Ribka sendiri tidak menyadari jika seorang presden Jokowi dipilih oleh 87 juta penduduk Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat. Pendapat yang tidak elok di gedung dewan terhomat itulah yang mungkin saja menurut Ade Armando sebagai pikiran dungu.

 

Kalau saja harus memilih

Kembali ke topik tulisan ini tentang jangat takut. Jika saja sesorang yang masih waras berpikir diberikan pilihan antara divaksin atau terdampak covid-19 yang mengerikan, tentu sebagian besar sangat memilih divaksin. Bukankah vaksin berfungsi memberikan kekebalan dalam tubuh agar masyarakat tidak terpapar virus Covid-19? Ahli Kesehatan Hasbullah Thabrany menjelaskan, vaksin Covid-19 bukan merupakan sejenis obat yang memiliki formula. Vaksin adalah bagian dari virus yang sudah dilemahkan atau tak mampu menyebarkan penyakit yang kemudian disuntikan ke tubuh. vaksin Covid-19 bekerja untuk dapat mematikan virus yang masuk ke dalam tubuh. Namun Hasbullah juga mengatakan, vaksin Covid-19 justru tidak mencegah virus yang masuk ke tubuh. Virus itu sudah masuk ke tubuh baru vaksin ini bisa membunuh. Sehingga bukan untuk mencegah virus itu masuk. Artinya meski sudah ada vaksin 3M (Mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) vaksin harus dilakukan.

            Masyarakat awam, lebih –lebih masyarakat di kampung-kampung yang hari –hari ini diselimuti ketakutan akan virus, semestinya diberi pemahaman yang komprehensif. Hal ini menjadi sebuah pilihan agar mereka tidak mudah terprovokasi oleh pendapat perorangan belum tentu kebenarannya. Bukankah seorang bayi diberi vaksin sudah menjadi pengetahuan umum?

            Logika sederhana jika kita hendak belajar dari vaksin-vaksin yang telah diberikan kepada balita selama ini, maka sebenar tidak perlu takut. Jika tidak ada vaksin yang diberikan kepada balita, semua orang tua tentu  hidup dalam ketakutan karena pandemi influenza, pandemi cacar, pandemi polio, dan banyak lagi. Sudah banyak pandemi sebelum covid ini, tetapiwarga bangsa ini bisa hidup sehat sekarang, karena vaksin-vaksin itu yang menguatkan imun di tubuh kita. Jika itu menjadi sebuah paradigma maka sah-sah saja seseorang divaksin. Hal itu akan menjadi sebuah pilihan terbaik dibanding kehidupan sekelompok warga bangsa selalu diselimuti rasa khawatir atau penuh ketakutan.Belum lagi jika dalam kecemaasan berlebihan warga bangsa ini ‘dicekoki’ dengan provokasi berseberangan dengan kebijakan pemerintah untuk menyelamtkan bangsa dari corona virus.

 

Kebijakan pemerintah melalui Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) memberi petunjuk tentang tahapan pelaksanaan vaksinasi  sebagai berikut. Pertama,  Pendataan sasaran. Kedua,pendataan dan penetapan fasilitas pelayanan kesehatan pelaksanaan vaksinasi Covid-19.Ketiga, registrasi dan verifikasi sasaran.Keempat, penghitungan kebutuhan serta penyusunan rencana distribusi vaksin dan logistik lainnya. Pelaksanaan vaksinisasi itu mempertimbangkan ketersediaan, waktu kedatangan, dan profil keamanan vaksin.

 

Selain itu,pemberian vaksin ini melalui beberapa syarat. Pertama, vaksin Sinovac tidak bisa diberikan apabila terdapat perkembangan terbaru terkait pemberian pada komorbid untuk vaksin Sinovac dan/atau untuk jenis vaksin lainnya yang akan ditentukan kemudian. 

 

Kedua, apabila berdasarkan pengukuran suhu tubuh calon penerima vaksin sedang demam di atas 37,5 derajat celcius, vaksinasi akan ditunda sampai pasien sembuh dan terbukti bukan menderita Covid-19 dan dilakukan skrining ulang pada saat kunjungan berikutnya. Ketiga, apabila berdasarkan pengukuran tekanan darah didapatkan hasil lebih dari dan sama dengan 140/90, vaksinasi tidak diberikan.Keempat, jika terdapat jawaban Ya pada salah satu pertanyaan skrining vaksinasi pada nomor 1 – 13, maka vaksinasi tidak diberikan.

 

Tahapan dan syarat pemberian vaksin ini menjadi penting untuk diketahui masyarakat agar mereka tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru semisal dikenakan denda jika menolak. Pemahaman terhadap penerimaan vaksin memang harus secara konprhensif dan tersebar hingga kampung-kampung. Para petani, nelayan, peternak yang hari-hari ini sangat sibuk  memberdayakan ekonomi rumah tangganya semestinya memhamai dengan benar vaksinasi ini.Maka menjadi tanggung jawab pemerintah bahwa warga bangsa ini untuk menyampaikan dengan caranya sendiri.

 

Tagline Jangan Takut, mungkin salah satu yang sangat sederhana agar semua warga bangsa tidak terjebak dalam ketakutan yang semakin menambah bebas pisikis di tengah mewabahnya covid 19 dan variannya. Pendapat saya ini mungkin agak aneh yakni bahwa  kita harus mengampanyekan tagline Jangan Takut utuk divaksin. Sedikit memberi namun bermakna bagi keselamatan hidup lebih baik jika dibanding  menjadi public figur tetapi bermental provokasi. Salam Sehat.

 

Penulis, Guru SMP Negeri 13 Kota Kupang.

 




 

Komentar