PEMBELAJARAN DARING MASIHKAH TERSANDTERSANDUNG?

 

PEMBELAJARAN DARING, MASIHKAH TERSANDUNG PADA BATU YANG SAMA?

 



Suasana di sekolah, ladang hidup hampir tiga puluh tahun ini masih seperti beberapa bulan berlalu. Tidak lagi terdengar suara anak, kecuali beberapa guru yang pagi ini datang lebih awal. Bersalam-salaman versi covid 19 dilakukan satu terhadap  lainnya. Setiap  pendidikan dan tenaga kependidikan membuka  file-file yang seharusnya dituntaskan pada semester berlalu namun karena beberapa alasan bari dIlaksanakan di awal semester ini.

 

Keceriaan tentu terlihat dari raut mereka setelah ber libur di akhir tahun. Namun masih saja menggurita di hati dan pikiran para pengajar soal kelalaian siswa atas tugas-tugas pembelajaran  daring. Bahkan segelintir siswa sangat apatis. Keluhan ini tidak saja oleh seorang pengajar tetapi juga  tersembul dari mulut bebarapa guru. Tentu hal tersebut mnejadi sebuah catatan buram yang mesti  dibicarakan bersama. Tentu saja membutuhkan solusi yang tepat agar  tidak lagi menjadi catatan-catatan yang tercecer di tahun yang baru ini.

 

Kondisi pembelajaran di tengah pandemi covid 19 ini memgerucut pada sebuah tanya, mungkikah pembelajaran daring masih efektif? Beberapa masalah hampir menjadi catatan yang sama para guru. Kealpaan siswa menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran daring. Bahkan beberapa siswa sangat apatis terhadap setiap penugasan.Guru harus mengelus dada ketika merekap tugas di akhir tahun pembelajaran.Beberapa solusi  tekah dulakukan, diantara mengomunikasikan hal tersebut kepada orang tua/wali melalui WAG. Tidak semua siswa menanggapi himbauan, arahan, juga penegasan guru. Sebuah alasan klasik yakni siswa tidak memiliki data pada jenis HP anroid yang dimilki.

 

Solusi atas permasalahan ini yakni bahwa pemerintah harus memberikan kebijakan dengan membuka gratis layanan aplikasi daring bekerjasama dengan provider internet dan aplikasi untuk membantu proses pembelajaran daring ini.

 

Jika dicermati maka sesungguhnya ada sebuah pelajaran yang dipetik dari dunia pendidikan di tengah pandemi Covid-19, yakni kegiatan belajar tatap muka dengan guru terbukti lebih efektif ketimbang secara daring (online). Pembelajaran penuh secara daring, akhir-akhir ini banyak menimbulkan keluhan dari peserta didik maupun orangtua. Beberapa guru di sekolah mengaku, jika pembelajaran daring ini tidak seefektif kegiatan pembelajaran konvensional (tatap muka langsung), karena beberapa materi harus dijelaskan secara langsung dan lebih lengkap. Selain itu materi yang disampaikan secara daring belum tentu bisa dipahami semua siswa. Berdasarkan pengalaman mengajar secara daring, sistem ini hanya efektif untuk memberi penugasan, dan kemungkinan hasil pengerjaan tugas-tugas ini diberikan ketika siswa akan masuk, sehingga kemungkinan akan menumpuk.

 

Mengamati pengalaman dari beberapa guru tersebut, maka di tahun pembelajaran yang baru ini, guru juga harus siap menggunakan teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Guru harus mampu membuat model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa di sekolahnya. Penggunaan beberapa aplikasi pada pembelajaran daring sangat membantu guru dalam proses pembelajaran ini. Guru harus terbiasa mengajar dengan memanfaatkan media daring kompleks yang harus dikemas dengan efektif, mudah diakses, dan dipahami oleh siswa.

 

Adapun catatan lainnya di tahun pembelajaran yang baru ini, yakni bahwa guru dituntut mampu merancang dan mendesain pembelajaran daring yang ringan dan efektif, dengan memanfaatkan perangkat atau media daring yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Walaupun dengan pembelajaran daring akan memberikan kesempatan lebih luas dalam mengeksplorasi materi yang akan diajarkan, namun guru harus mampu memilih dan membatasi sejauh mana cakupan materinya dan aplikasi yang cocok pada materi dan metode belajar yang digunakan.

 

Memang benar bahwa pembelajaran daring telah dilakukan pada “ semester covid” yang berlalu. Namun demikian, keluhan ( baca: masalah ) yang timbul sebagai dampak pembelajaran daring tersebut masih meningggalkan kisah-kisah miris. Maka meningkatkan kualitas pembelajaran mengunakan aplikasi-aplikasi pembelajaran menjadi sebuah tuntutan. Aplikasi-aplikasi pembelajaran itu pun harus bervariasi, sehingga bisa disesuaikan dengan “keinginan” kekinian siswa. Dengan demikian, guru-guru harus mempelajari  aplikasi-aplikasi tersebut dalam kegiatan In House Training ( IHT ) atau work shop.

 

Hidup ini memang pilihan, tetapi semua pilihan juga memiliki kosekuensi. Walaupun demikian,  setiap orang harus memulainya agar tidak mengelus dada di akhir tahun pembelajaran.

 

Komentar