TUAN DEO KEKAL LINDO

 

TUAN DEO KEKAL LINDO





 

TUAN DEO KEKAL LINDO

 

Kisah miris peserta didik dalam pembelajaran daring sungguh menjadi pengalaman tersendiri. Bukan soal sikap apatis, kekurangan kuota, atau bahkan ada yang usil menggungah foto-foto mereka di WAG kelas. Satu di antara mereka ternyata memiliki kisah piluh dalam pembelajaran daring karena minim perhatian orang tua atau wali. Orang tua yang telah tiada alias yatim piatu, kemudian harus nunut bersama saudara sebagai wali. Di saat harus menumpang seperti ini, di saat itu pula ia harus mulai merapal sejuta rasa. Pahit, manis, hambar, melebur jadi satu. Kalau saja bertahan itu menjadi pilihan untuk menunai sukses, tetapi jika tidak maka dari sinilah mereka harus menuliskan kisah berlumur air mata.

 

 

Kisah ini kualami saat menjadi wali kelas.setiap guru bahkan wali kelas mungkin pula perna mengalaminya. Tentu dengan persoalan berbeda pada siswa yang satu dengan siswa lainnya.

Kisah seorang siswa dari negara tetangga yang hijrah ke negara lainnya karena perang saudara adalah kisah piluh dari seorang siswa. Betapa tidak, karena pilihan referendum ia turut bersama saudaranya hijrah ke negara yang semula menjadi induk semangnya. Di negara inilah ia terus berpeluh mengais reseki bersama sesama pengungsi lainnya. Bersama saudara yang ikhlas menerimanya, ia pun hendak mendulang ilmu meraih cita.

Sekilah kisah piluh yang dialaminya, kuabadikan dalam cerpen “Ranting itu Belum Rapuh.” Tokoh dalam cerpen ini bukan nama sebenarnya alias tokoh fiktif, demikian pun tokoh-tokoh lainnya. Tokoh Emanuel dalam cerpen ini turut menyentuh batin karena derita kehilangan penuntun, bagai anak ayam kehilangan induk.

"Ia katanya berlayar bersama kenalannya ke pulau seberang," demikian kata pengampuh ketika dihubungi.

Selajutnya, tidak ada lagi kabar tentang Emanuel. hari berganti hingga tahun bertambah. Namun sekali dua kali ia mengirimkan tugas ke guru-guru mata pelajaran. Entakah ia sekarang di rumah pengampuhnya? Ternyata dugaan itu salah. Ia mengirimkan tugas via temannya. Mungkin saja ia sedang tinggal di rumah temannya, namun selanjutnya tak ada kabar berita.

 

Pada masa pandemi dengan Pembelajaan Jarak Jauh ( PJJ ) yang hampir dimaklumi sebagian siswa sebagai masa libur di rumah, ia bagai ditelan bumi. Hingga suatu ketika ia sempat berpapasan dengan seorang guru IPS-nya, ia hanya sempat mengutarakan niatnya, bahwa ia mau sekolah untuk menamatkan pendidikannya. Selebihnya ia pun menghilang.


Masa remaja yang dialami Emanuel bergejolak pula masa akhil baliknya. Sesungguhnya di masa rentan kenakalan remaja ini, ia harus dituntun orang tua. namun sebaliknya, ia bagai lepas kendali. Ibarat gabus-gabus kecil dihempas gelombang laut pantai. Mungkin pula burung-burung pipit yang bertengger pada ranting yang rapuh di batas kota. Ia akan terbang mencari ranting lainnya bila ranting itu patah. Emanuel kini sedang bermimpi meraih cita dan masa depannya dan ranting tumpuannya itu belum rapuh.

Kisah Emanuel satu dari dua cerpenku pada buku antologi “Catatan Rindu Seorang Guru” yang terbit Februari 2021 ini. Buku setebal 209 halaman itu itu berisi kisah para guru penulis tentang kerinduannnya pada siswa di masa pembelajaran Daring. Sejuta kisah dirangkai oleh dua puluh delapan guru di Indonesia bernarasi tentang kerinduan. Kisah berwujud cerita ini , menjadikan buku yang dicetak penerbit Pusaka Badung Bali ini renyah dibaca. Dengan dua puluh sembilan judul menarik yang dieditoriali oleh Endah Larasati, buku ini akan sangat lahap dari judul satu ke judul lainnya. Sulistiyani pemrakarsa dalam prakata buku ini mengapresiasi karya para guru ini sebagai perjuangan mendukung Gerakan Literasi Nasional.

Karya pertama di awal tahun ini,  telah meirintis ikhtiar membukukan tulisan-tulisan yang selama ini tersimpan di media online juga terekam dalam file-file di laptop. Kus edang mendaur asa itu, karena kutahu Tuhan tidak pernah menutup mata untuk setiap peluh yang telah menetes. Kiingin berserah pada Tuhan dengan berseru, ” Tuan Deo Kekal Lindo.”

 

 

Komentar